Halaman

Jumat, 24 April 2015

Nilai Tukar Rupiah Yang Merosot

Hari Selasa 16 Desember, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat masih terus turun dengan Rp12.835 per US$1.
Padahal, ketika Bank Indonesia mengumumkan nilai tukar rupiah terhadap dollar AS mencapai Rp12.559, kemarin, nilai itu adalah yang terendah sejak krisis keuangan yang melanda Indonesia dan kawasan Asia 1998 lalu.
Dalam konferensi pers, Selasa (16/12), Menteri Koordinator Perekonomian Sofjan Djalil mengatakan nilai tukar rupiah yang rendah terhadap dollar AS disebabkan faktor eksternal.
“Kalau Anda melihat negara-negara lain, Yen Jepang, misalnya, depresiasinya sampai dengan 15%. Overall, negara-negara di Asia, Latin Amerika, bahkan Rusia mengalami depresiasi luar biasa. Ini semua di luar kontrol kita, yaitu kebijakan atau ekspektasi, atau spekulasi terhadap apa yang akan terjadi di Amerika,” ujarnya.
Secara terpisah, Kepala Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia, I Kadek Dian Sutrisna Artha, menjelaskan bahwa dalam pekan ini Bank Sentral AS atau The Fed akan mengadakan pertemuan membahas suku bunga.
Ketidakpastian apakah suku bunga akan dinaikkan atau tidak itulah yang menyebabkan gencarnya arus keluar modal asing dari pasar finansial Indonesia.
Tekanan inflasi
Selain faktor The Fed, lanjut Kadek, bulan Desember adalah saat sektor swasta melakukan pembayaran utang.
“Namun, lepas dari kedua faktor tersebut, saya melihat bahwa pasar merasakan tekanan inflasi domestik. Selain kenaikan harga bahan bakar minyak, dalam waktu dekat ada pula rencana kenaikan tarif listrik dan tarif kereta api," kata Kadek kepada wartawan BBC Indonesia, Jerome Wirawan.
"Hal itu menyebabkan ekspektasi inflasi tinggi, sehingga rencana investor untuk menanamkan investasinya di pasar Indonesia menjadi berkurang. Kombinasi faktor-faktor inilah mempengaruhi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS,” tambahnya.
Soal periode gejolak, Wakil Direktur Asian Development Bank, Edimon Ginting, memprediksi penurunan nilai tukar rupiah tidak berlangsung lama.
“Kalau sampai gejolaknya di atas normal, Bank Indonesia pasti akan intervensi. Sejauh ini, pelemahan rupiah bisa diantisipasi,” ujarnya.
Meski demikian, I Kadek Dian Sutrisna Artha mengingatkan nilai tukar rupiah yang loyo harus diwaspadai. Menurutnya, hal itu dapat berdampak pada kenaikan harga-harga barang produk domestik.
“Sebagian besar industri kita bahan bakunya impor. Pelemahan nilai tukar rupiah akan mempengaruhi harga-harga produk industri domestik. Hal itu tentu akan berdampak pada daya beli masyarakat. Sebab, harga barang yang tinggi sedangkan penghasilan tetap, real income masyarakat akan turun,” kata Kadek.

Dalam hal ini seharusnya pemerintah harus membuat kebijakan kebijakan baru yang bisa memperkuat rupiah kembali dan meningkatkan sektor industri dalam negeri, agar tidak selalu mengandalkan impor dan pada akhirnya akan berujung pada defisit anggaran dan merosotnya nilai mata urang rupiah di luar negeri.

Sumber : http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2014/12/141216_rupiah_dollar_turun

Tidak ada komentar:

Posting Komentar